Laman

majid

Kamis, 25 Juni 2015

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF (CHF)


Asuhan Keperawatan Gagal Jantung Kongestif (CHF)


Saat ini berbagai masalah kesehatan yang serius di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya pola hidup yang tidak sehat, cara pemeliharaan kesehatan yang tidak baik, pola makan yang tidak baik dan juga faktor sosial ekonomi.
Masalah kesehatan yang banyak menimbulkan kematian adalah Congestive Heart Failure / Gagal Jantung Kongestif. Penyakit CHF umumnya diderita oleh orang dewasa pria daripada wanita. Jumlah presentasinya 3% pada orang berusia 45-60 tahun, 75% pada orang yang berusia di atas 60 tahun. (Jensen and Miller, 1995).
Penyebab dari CHF adalah myocardial infark, hipertensi sistemik, dan stenosis pulmoner. Pada pasien dengan CHF dianjurkan untuk berolah raga secara teratur yang diselingi dengan istirahat yang cukup (tidak bekerja berlebihan) dan sebaiknya menghindari kemarahan emosional.
Dengan adanya makalah ini penulis berusaha menggambarkan tentang penyakit CHF sehingga dapat dilakukan tindakan pengobatan secara dini bila didapatkan gejala-gejala CHF seperti jantung berdebar-debar, cepat lelah, sesak napas dan keinginan berkemih pada malam hari.
Peran perawat yang dilakukan untuk menurunkan angka kejadian dengan memberikan penyuluhan CHF kepada masyarakat. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat melakukan tindakan pencegahan atau mengurangi resiko timbulnya CHF.

1.      Definisi
·    Congestive Heart Failure atau Gagal Jantung Kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Brunner & Suddarth, hal. 805).
·        CHF adalah sindroma kompleks yang secara klinik diakibatkan dari ketidakmampuan dari jantung untuk memenuhi metabolisme tubuh. (Thompson Mc. Farland Hirsh Tucker, 2002, hal. 66).



2.      Anatomi Fisiologi
Jantung adalah organ berongga, berotot yang terletak di tengah toraks dan menempati rongga antara paru dan diafragma. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, mensuplai oksigen, dan zat nutrisi lain serta mengangkut karbondioksida. Jantung berada di rongga mediastinum dan terbungkus dalam kantong fibrosa tipis yang disebut perikardium.
Sisi kanan dan kiri jantung masing-masing tersusun atas dua kamar yaitu atrium dan ventrikel. Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel berhubungan dengan beban kerjanya. Dinding atrium lebih tipis daripada dinding ventrikel karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian menyalurkannya ke ventrikel. Ventrikel kiri menyemburkan darah melawan tahanan sistemis yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan tekanan darah pembuluh darah paru.
Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah dalam jantung. Ada 2 jenis katup yaitu katup atrioventrikularis dan katup semilunaris.
a.       Katup Atrioventrikularis, yaitu katup yang memisahkan atrium dan ventrikel.
-          Katup Trikuspidalis yaitu katup yang memisahkan atrium dan ventrikel.
-          Katup Mitral atau Bikuspidalis yaitu katup yang memisahkan atrium dan ventrikel kiri.
b.      Katup Semilunaris, yaitu katup yang terletak diantara tiap ventrikel dan arteri yang bersangkutan.
-          Katup Pulmonalis, yaitu katup yang terletak diantara tiap ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
-          Katup Aorta, yaitu katup yang terletak diantara ventrikel kiri dan aorta.

Sistem Hantaran Jantung
Nodus Sinoatrial (SA) yang terletak antara sambungan vena cava superior dan atrium kanan adalah awal mula sistem hantaran dan normalnya berfungsi sebagai pacu jantung ke seluruh miocardium (otot jantung). SA memulai sekitar 60-100 impulse permenit pada saat jantung normal istirahat, tetapi dapat mengubah frekuensinya sesuai kebutuhan tubuh.
Sinyal listrik yang dimulai oleh nodus SA kemudian dihantarkan dari sepanjang sel miokardium ke nodus atrioventrikularis (AV). Nodus AV (terletak di dinding atrium kanan dekat katup trikuspidalis) memiliki kecepatan intrinsik sekitar 40-60 impulse permenit. Impuls dari AV akan diantarkan melalui suatu bundel serabut otot khusus (Bundel His). Bundel His akan bercabang menjadi cabang bundel kanan dan kiri kemudian berakhir sebagai serabut yang dinamakan serabut purkinje.

Hemodinamika Jantung
Prinsip penting yang menentukan arah aliran darah adalah aliran cairan dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Tekanan yang bertanggung jawab terhadap aliran darah dalam sirkulasi normal dibangkitkan oleh kontraksi otot ventrikel. Ketika otot berkontraksi, darah terdorong dari ventrikel ke aorta selama periode dimana tekanan ventrikel kiri melebihi tekanan aorta. Bila kedua tekanan menjadi seimbang, katup aorta akan menutup dan keluaran dari ventrikel kiri terhenti. Darah yang telah memasuki aorta akan menaikkan tekanan dalam pembuluh darah tersebut. Akibatnya terjadi perbedaan tekanan yang akan mendorong darah secara progresif ke arteri, kapiler dan vena. Darah kemudian kembali ke atrium kanan karena tekanan dalam kamar ini lebih rendah dari tekanan vena.
Selama diastolik katup atrioventrikularis dan darah yang kembali dari mengalir ke atrium dan kemudian ke ventrikel. Selama diastolik tekanan di dalam ventrikel dengan cepat meningkat mendorong katup AV untuk menutup. Konsekuensinya tidak ada lagi pengisian ventrikel dan atrium dan darah yang dihembuskan dari ventrikel tidak dapat mengalir balik ke atrium.
Curah jantung adalah jumlah darah yang dipompa oleh ventrikel selama satu satuan waktu. Curah jantung sebanding dengan volume sekuncup (SV) dikalikan frekuensi jantung (HR). Frekuensi jantung dipengaruhi oleh impuls parasimpatis yang dapat memperlambat HR dan impuls simpatis dapat meningkatkan HR. Volume sekuncup (SV) merupakan sejumlah darah yang disemburkan setiap denyut.

3.      Etiologi
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan oleh :
a.       Kelainan otot jantung : aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, penyakit otot degeneratif.
b.      Hipertensi sistemik
c.       Hipoxia
d.      Penyakit jantung lain (MCI)
e.       Embolus paru
f.       Aritmia
g.      Anemia, penyakit tiroid.

4.      Patofisiologi
Pada gagal jantung kontraktilitas jantung berkurang dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama diastol. Hal ini menyebabkan volume diastolik akhir ventrikel secara progresif bertambah.
Volume sekuncup ditentukan oleh tiga faktor, yaitu :
a.       Kontraktilitas intrinsik otot jantung
Kontraksi dapat meningkat akibat katekolamin, aktivitas saraf simpatis. Kontraktilitas berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
b.      Preload
Merupakan sinonim dari Hukum Starling, yaitu jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
c.       After load
Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriola.
Volume diastolik akhir meningkat secara progresif sehingga serat otot ventrikel mengalami peregangan melebihi panjang optimalnya. Tegangan yang dihasilkan menjadi berkurang karena ventrikel teregang oleh darah. Semakin ventrikel terisi berlebihan, semakin sedikit darah yang optimal dipompa keluar sehingga akumulasi darah dan peregangan otot semakin bertambah.
Sisa darah yang tertinggal dan ditambah dengan venous return di ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan volume darah sehingga akan menyebabkan peningkatan pengisian ventrikel (preload) atau menurunkan SV dengan meningkatkan after load yang harus dilawan oleh kerja pompa ventrikel. Peningkatan preload dan after load menyebabkan peningkatan beban kerja dan kebutuhan O2 jantung. Jika kebutuhan O2 tidak terpenuhi maka serat otot semakin hipoksik sehingga kontraktilitas berkurang. Akibat buruknya, kontraktilitas terjadi akumulasi volume di ventrikel.
Pada hipertensi sistemik menyebabkan ventrikel kiri hipertropi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan. Gagal ventrikel kiri (edema paru akut) sering mendahului gagal ventrikel kanan sehingga curah ventrikel berpasangan dan terjadi gagal salah satu ventrikel yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan.

5.      Tanda dan Gejala
a.       Gagal jantung kiri
-          Dyspnea
-          Batuk
-          Mudah lelah
-          Gelisah dan cemas.
b.      Gagal jantung kanan
-          Edema
-          Hepatomegali
-          Anoreksia
-          Nokturia
-          Lemah.

6.      Test Diagnostik
a.       MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Identifikasi pembesaran ventrikel.
b.      Foto thorax
Identifikasi pembesaran jantung.
c.       EKG
Melihat adanya hipertrofi atrial/ventrikuler iskhemia.
d.      ECG
Identifikasi ketidaknormalan katup pembesaran jantung.
e.       Enzim-enzim Jantung
Khususnya CK/MB meningkat (gangguan otot jantung).
f.       Kateterisasi
Identifikasi perbedaan gagal jantung kanan atau kiri.
g.      Echocardiogram
Identifikasi ukuran, bentuk dan pergerakan otot jantung dan katup jantung melalui gelombang suara ultrasonik.

7.      Therapi Medik
a.       Memperbaiki daya pompa jantung.
-          Therapi Digitalis : Ianoxin
-          Obat Inotropik : Amrinone (Inocor), Dopamine (Intropin)
b.      Pengendalian retensi garam dan cairan
-          Diet rendah garam
-          Diuretik : chlorothiazide (Diuril), Furosemide (Lasix), Sprionolactone (aldactone).
c.       Angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor : captropil, enalopril, lisinopril.

8.      Komplikasi
-          Edema pulmonal
-          Miocardiac infark
-          Gagal ginjal
-          Gagal hati.

A.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian
a.       Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-          Riwayat hipertensi
-          Ketidakpatuhan terhadap diet
-          Kebiasaan merokok
-          Kebiasaan minum obat yang dibeli di warung.
b.      Pola nutrisi metabolik
-          Anoreksia
-          Penurunan BB
-          Mual, muntah.

c.       Pola eliminasi
-          Nokturia
-          Perubahan pola berkemih.
-          Konstipasi
d.      Pola aktivitas dan latihan
-          Fatigue
-          Penurunan toleransi beraktivitas.
-          Sesak napas.
e.       Pola tidur dan istirahat
-          Gangguan pola tidur karena dyspnea dan nokturia.
-          Paroxymal nokturia, dyspnea
f.       Pola kognitif dan persepsi sensori
-          Kurang pengetahuan tentang masalah dan perawatan.
-          Pengenalan terhadap lingkungan sekitar, orientasi tempat dan waktu.
g.      Pola persepsi dan konsep diri
-          Gangguan body image, berhubungan dengan edema.
-          Kecemasan.
h.      Pola peran dan hubungan dengan sesama
-          Kesulitan memenuhi tanggung jawab karena fatigue.
i.        Pola reproduksi dan seksual
-          Penurunan libido dan impotensi berhubungan dengan fatigue dan pengobatan.
j.        Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres.
-          Kecemasan b.d dyspnea.
-          Kecemasan b.d penyakit kronis.
-          Berduka karena kehilangan peran dan fungsi.
-          Kesiapan menghadapi kematian.

2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Penurunan cardiac output b.d penurunan kontraktilitas gangguan irama jantung overload cairan atau peningkatan after load.
b.      Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d penurunan perfusi ginjal.
c.       Intoleransi beraktivitas b.d penurunan cardiac output, Hb yang meningkat.
d.      Kurang pengetahuan b.d proses penyakit dan perawatan.

e.       Ansietas b.d dyspnea, takut kematian.
f.       Gangguan pola tidur b.d nokturnal, dyspnea, ketidakmampuan menyesuaikan posisi yang tidak nyaman.

3.      Perencanaan Keperawatan
a.       Penurunan cardiac output b.d penurunan kontraktilitas, gangguan irama jantung overload volume cairan atau peningkatan afterload.
HYD : Mempertahankan cardiac output yang optimal ditandai dengan :
-          HR < 100 x/menit.
-          TD sistolik optimal, ditandai dengan capillary refill < 3 detik dan tidak ada periperal edema.
-          Tidak ada BJ III.
Intervensi keperawatan :
1)      Monitor dan dokumentasikan HR, TD.
R/ salah satu tanda gagal jantung adalah peningkatan HR, adanya BJ III atau murmur menandakan peningkatan volume cairan. Penurunan TD menandakan penurunan CO.
2)      Berikan obat jantung sesuai instruksi dokter dan dokumentasikan reaksi pasien.
R/ agent farmakoterapeutik mengubah preload, kontraktilitas atau after load.
3)      Observasi tanda dan gejala hipoxemia seperti confusion, dyspnea, disritmia, takikardi dan cyanosis.
R/ pasien yang dyspnea menggunakan otot aksesoris.
4)      Berikan istirahat yang adekuat dengan memonitor level suara membatasi pengunjung.
R/ istirahat mengurangi konsumsi myocardial oksigen.
5)      Monitor status cairan.
R/ volume cairan dapat meningkatkan kerja jantung.
6)      Kurangi rasa takut dan kecemasan.
R/ takut dan cemas mengaktifkan nervus simpatik dan meningkatkan HR, kontraktilitas myocardial dan vasokonstriksi.

b.      Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d penurunan perfusi ginjal dan therapi diuretik.
HYD : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal.
Intervensi keperawatan :
1)      Monitor level sodium dan potasium.
R/ hiponatremia dapat menyebabkan penurunan tekanan darah, hipokalemia dapat menyebabkan fatigue, ileus, ventrikel fibrilasi.
2)      Timbang BB seminggu sekali.
R/ mengetahui adanya ketidakseimbangan cairan dalam tubuh.
3)      Observasi intake dan output.
R/ untuk menentukan intervensi yang sesuai untuk dilakukan.
4)      Berikan batasan cairan.
R/ untuk menghindari terjadinya edema (kelebihan cairan).

c.       Intoleransi aktivitas b.d penurunan cairan output.
HYD : Pemenuhan kebutuhan aktivitas dasar terpenuhi tanpa peningkatan
            beban kerja jantung  
Intervensi keperawatan :
1)      Pertahankan kestabilan jantung dengan mengevaluasi CO, HR.
R/ aktivitas menyebabkan peningkatan kontraktilitas myocardia.
2)      Jadwalkan program aktivitas ketika keadaan pasien sudah stabil.
R/ bedrest memiliki efek peningkatan resiko atelektasis dan pneumonia dan kerusakan integritas kulit.
3)      Evaluasi kemampuan pasien beraktivitas.
R/ aktivitas berlebihan meningkatkan kerja jantung.
4)      Berikan anti koagulan sesuai instruksi.
R/ heparin mencegah pembentukan fibrin.
5)      Hindari kondisi yang berhubungan dengan valsava maneuver.
R/ valsava maneuver meningkatkan tekanan intrakranial dan menurunkan aliran darah balik ke jantung.

d.      Kurang pengetahuan b.d proses penyakit dan perawatan.
HYD : Pengetahuan pasien bertambah ditandai dengan :
-          Pasien dapat mengulang kembali penyuluhan perawat.
-          Pasien dapat merubah pola hidupnya.
Intervensi keperawatan :
1)      Berikan penyuluhan pada pasien.
R/ menambah pengetahuan pasien.
2)      Jelaskan tentang batasan makanan/minuman.
R/ pasien mengerti pentingnya diet yang dilakukan.
3)      Tekankan pentingnya memonitor tanda dan gejala peningkatan gagal jantung.
R/ deteksi awal mengidentifikasi perkembangan penyakit.
4)      Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang rencana asuhan.
R/ pasien dengan CHF ada resiko terkena komplikasi kardiovaskuler.

e.       Ansietas b.d dyspnea, takut akan kematian.
HYD : -    Pasien akan mengekspresikan ansietas pada orang di sekitarnya.
-          Berkurangnya perasaan takut dan khawatir tentang keadaannya.
Intervensi keperawatan :
1)      Berikan lingkungan yang mendorong terciptanya diskusi terbuka tentang perasaannya.
R/ lingkungan yang mendukung menciptakan suasana yang enak untuk berdiskusi.
2)      Ikut sertakan sistem pendukung pasien dan libatkan sumber.
R/ pasien lebih terbuka dan mau mengungkapkan perasaannya.
3)      Berikan waktu pasien untuk mengekspresikan dirinya.
R/ memberikan waktu, pasien agar lebih tenang.
4)      Observasi ekspresi wajah dan tingkah laku mengenai ketakutannya terhadap kematian.
R/ untuk mengetahui apakah pasien telah menerima keadaannya.

f.       Gangguan pola tidur b.d nokturnal, dyspnea, ketidakmampuan untuk menyesuaikan posisi tidur yang tidak nyaman.
HYD : Kebutuhan tidur klien terpenuhi ditandai dengan :
-          Tidak tampak menguap
-          Tidak ada lingkaran hitam di mata.
Intervensi keperawatan :
1)      Jelaskan penyebab nokturnal, dyspnea.
R/ untuk mengurangi kegelisahan yang disebabkan karena bangun lebih awal pada saat nafas sesak.
2)      Jelaskan pada pasien posisi tidur dengan menggunakan 2 bantal/lebih.
R/ memberikan rasa nyaman dan untuk mengatasi sesak.
3)      Anjurkan pasien untuk minum diuretik sesuai dosis yang dianjurkan.
R/ mengurangi pengeluaran urine pada malam hari.

4.      Discharge Planning
Penyuluhan pasien gagal jantung kongestif adalah :
a.       Istirahat cukup
1)      Istirahat teratur setiap hari.
2)      Memperpendek waktu kerja bila memungkinkan.
3)      Menghindari kecemasan emosional.
b.      Menerima kenyataan bahwa pemakaian digitalis dan pembatasan natrium/ garam mungkin harus dialami seumur hidup.
1)      Minum digitalis sesuai dosis.
2)      Minum diuretik sesuai resep.
-          Menimbang BB setiap hari.
-          Mengetahui tanda dan gejala kehilangan kalium.
3)      Minum vasodilator sesuai resep.
-          Belajar mengukur TD sendiri dengan interval yang dianjurkan.
-          Mengetahui tanda dan gejala hipotensi ortostatik.
c.       Pembatasan natrium
d.      Melakukan aktivitas yang masih toleran sesuai beban jantung.
e.       Menghindari panas dan dingin yang berlebihan yang akan meningkatkan kerja jantung.



DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC, 2001.

Chung, Edward K. Cardiovascular Diseases. USA. 1987.

Doengoes, Marilynn E. Alih bahasa, I Made Kariasa. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 1999.

Lewis. Medical Surgical Nursing : Assessment & Management of Clinical Problem. Missouri : Mosby Inc, 2000.

R. Sjamsuhidayat. Win de Jong. Ilmu Bedah. Jakarta : FKUI, 1997.

Selasa, 02 Juni 2015

Sekilas Tentang AIDS


AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome)
A. KONSEP MEDIS
Definisi
 AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah   sekumpulan gejala  penyakit  yang menyerang tubuh manusia sesudah system kekebalannya dirusak oleh  virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi bakteri,jamur,parasit,dan virus tertentu yang bersifat oportunistik.Selain itu penderita AIDS sering menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan limfoma yang hanya menyerang otak.
Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T.
Faktor resiko :
Pria dgn homoseksual
  • Pria dgn biseksual
  • Pengguna IV drug
  • Transfuse darah
  • Pasangan heteroseksual dgn pasien infeksi HIV
  • Anak yang lahir dgn ibu yang terinfeksi
Patofisiologi
Menginfeksi  limfosit  T4  dan  monosit.  Partikel-2 HIV  bebas  yang  dilepas  dari  sel yang terinfeksi dpt berikatan dgn sel lain yang tidak terinfeksi.Segera setalah masuk kedlm sel, enzim dalam kompleks nukleoprotein menjadi aktif dan dimulailah siklus reproduksi.Limfosit T, monosit/makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi. Besar kemungkinan bahwa sel dendritik berperan dalam penyebabaran HIV dalam jaringan limfoid ® fungsi sel dendritik menangkap antigen dalam epitel lalu masuk melalui kontak antar sel. Dalam beberapa hari jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia.  Pada saat itu jumlah virus dalam darah  ® infeksi akut. Viremia menyebabkan virus menyebar diseluruh tubuh dan menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dlm jaringan limfoid perifer. Sistem immun spesifik akan berupaya mengendalikan infeksi    yang nampak dari menurunnya kadar viremia.Setelah infeksi akut, berlangsung fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limfa merupakan tempat replikasi virus dan dekstruksi jaringan secara terus menerus ® fase laten. Destruksi sel T dlm jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin menurun (jml sel T dlm jaringan limfoid 90 % dari jml sel T diseluruh tubuh) Selama masa kronik progresif,m respon imun thdp infeksi lain akan meransang produksi HIV  dan mempercepat dekstruksi sel T, selanjutnya penyakit bertambah progresif dan mencapai fase letal yang disebut AIDS. Masa inkubasi diperkirakan bervariasi antara 2 – 5 tahun
Manifestasi klinis
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif, dan lesi oral.
Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
a. infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
 gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
b. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh hasil positif.
c. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
Komplikasi
a.  Lesi oral
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.





Pencengahan
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
  1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
  2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindun
  3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
  4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebaga
  5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan,dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah :
·         Didanosine
·         Ribaviri
·         Diedoxycytidine
·         Recombinant CD 4 dapat larut
·         Zidovudin dengan dosis (500-600 mg sehari per os)
·         Lamivudin dengan dosis (150 mg sehari 2 kali)
·         Neviropin dengam dosis( 200 mg sehari selama 14 hari.2 kali sehari)
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
e.       Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
f.       Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).




Pemeriksaan Diagnostik
1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
             ELISA, Western blot, P24 antigen test, Kultur HIV
2.Tes untuk deteksi gangguan system imun.
             Hematokrit, LED, CD4 limfosit,  Rasio CD4/CD limfosit, Serum mikroglobulin B2, Hemoglobulin
Prognosi
Sepuluh tahun setelah infeksi HIV 50% penderita mengalami AIDS. Prognosis AIDS buruk karena HIV menginfeksi sitem imun terutama sel CD4 dan akan menimbulkan destruksi sel tersebut, akibatnya banyak sekali penyakit yang dapat menyertainya.












B. KONSEP  KEPERAWATAN
Kasus
Tn.F (umur 20 tahun) mahasiswa datang kerumah sakit dengan keluhan diare, sudah dirasakan sejak sebulan lalu. Ia pun mengeluh karena diare yang dialaminya terkadang terhenti, kemudian kambuh kembali tanpa sebab. Selain diare ia mengeluh sering batuk dengan produksi sputum, bahkan seminggu yang lalu ia mengalami batuk bercampur darah berwarna merah segar. Tn, F memiliki riwayat mengkonsumsi obat-obatan sejenis sabu-sabu mulai usia 15 tahun.
1.      Pengkajian
a.       Identitas Klien :
·         Nama               :  Tn. F
·         Umur               :   20 Tahun
b.      Riwayat Penyakit
·         Keluhan Utama : Klien Mengalami Diare
·         Riwayat kesehatan sekarang : Klien Mengalami diare dan klien juga mengeluh sering batuk dengan produksi sputum, bahkan seminggu yang lalu klien  ia mengalami batuk bercampur darah merah segar.
·         Riwayat kesehatan Masa Lalu : Mengkonsumsi sabu-sabu mulai usia 15 tahun.
c.       Pengkajian fisik (objektif) dan Keluhan (subjektif)
§  Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas (Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
§  Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat /  sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
§  Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
§  Eliminasi
Gejala : Diare intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan karakteristik urine.
§  Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
§  Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
§  Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
§  Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak, pincang.
§  Pernafasan
Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
§  Keamanan
Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun, demam berulang,berkeringat malam.
Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
§  Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks beresiko tinggi,menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda : Kehamilan,herpes genetalia
§  Interaksi Sosial
Gejala Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda : Perubahan interaksi
§  Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan, prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok, alkoholik.
d.      Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis laboratorium dilakukan dengan dua cara :
·         Langsung : dengan isolasi virus dan sampel. Umumnya dilakukan dengan mikroskopis elektron dan antigen virus. Salah satunya dengan cara Polymerase Chain Reaction (PCR)
·         Tidak Langsung dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya dengan ELISA, western blot, Immunofluorescent assay (IFA) atau radio Immunofluorescent assay (RIPA).







2.      Klasifikasi Data
Data Yang Mungkin Muncul

Data Subjektif :
§  Klien mengatakan mudah lelah bila beraktivitas
§  Klien mengungkapkan kurang nafsu makan
§  Klien mengeluh mual/muntah
§  Klien mengeluh nyeri
§  Klien mengeluh berat badanya menurun
§  Klien mengeluh ada lesi pada tubuhnya

Data Objektif :
§  Klien tampak pucat
§   Penurunan lemak subkutan/massa otot
§   Adanya lesi pada rongga mulut
§  Tampak  Penurunan berat badan
§   Klien tampak lemah
§   Anoreksia
§   Klien tampak mual dan muntah












Ø  ANALISA DATA
DATA
ETIOLOGI
MASALAH
DS :
a. Klien mengeluh ada lesi pada bagian tubuhnya.
DO :
a.Tampak adanya lesi pada rongga mulut
Jumlah sel T
respon imun terhadap infeksi lain merangsang produksi HIV         
 Mempercepat destruksi Sel T        
AIDS (Fase Letal)
Sistem kekebalan tubuh
Terjadi depresi system imun
RESIKO INFEKSI






RESIKO INFEKSI

DS:
a.klien mengeluh mual/ muntah
DO:
a.Klien tampak lemah
Viremia
g.gastrointestinal
meransang    peristaltic usus
   diare
Pengeluaran cairan dan elektolit

Devisit volume cairan tubuh
Devisit volume cairan tubuh

DS :
a.klien mengeluh kurang nafsu makan.
DO:
a.Anoreksia
Mual dan muntah
Intake makanan
Anoreksi
Nutrisi kurang dari kebutuhan

Nutrisi kurang dari kebutuhan
DS:
a.klien megatakan mudah lelah jika beraktifitas
DO:
a.klien tampak lelah
Intake makanan 
  ATP   
Kelelahan
    

  Kelelahan














Ø  . Diagnosa Keperwatan
1.Resiko Infeksi b/d depresi system imun, aktifitas     yang  tdk terorganisir
2. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hambatan asupan makanan (muntah/mual).
4.Pola nafas tidak efektif b/d  ekspansi paru dan melemahnya otot pernapasan.
5. Kelelahan  berhubungan dengan Penurunan Produksi Energi

























Ø  RENCANA kEPERAWATAN
NO
DIAGNOSA
TUJUAN
   INTERVENSI
            RASIONAL
1
Resiko Infeksi  b/d depresi system imun, aktifitas     yang  tdk terorganisir
Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent
1.Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin

2. Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup.


3. Informasikan perlunya tindakan isolasi.






4. Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.

5. Perhatikan adanya tanda-tanda inflamasi


1.Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan.
2. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen.
3. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen.
4. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5. Panas kemerahan pembengkakan merupakan tand adanya infeksi

2.
Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat
Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
1. Pantau tanda-tanda vital.


2. Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
3. Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr


4. Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang


1. denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi.
2. Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.

3. Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus  dan melembabkan membrane mucosa.
4. Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan      pd dinding usus akan kurang.
3
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hambatan asupan makanan (muntah/mual).

klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
1. Kaji Kemampuan Mengunyah, Merasakan Dan Menelan.
2. Auskultasi Bising Usus.

3.Timbang Berat  sesuai kebutuhan. Ewvaluasi berat badan dalam hal adanya berat badan yang tidak sesuai
4.Hilangkan ransang lingkungan yang berbahaya atau kondisi yang memperburuk refleks gagangguan

1. Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia.
2. Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus.
3. Indikator kebutuhan nutrisi/ pemasukan yang adekuat.

4.Mengurangi stimulus pusat muntah di medulla
4
Pola nafas tidak efektif b/d ekspansi paru dan melemahnya otot pernapasan.

klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
1. auskultasi bunyi nafas tandai daerah paru yang mengalami penurunan atau penurunan ventilasi dan munculnya bunyi akfentisius.mislnya ronghi..
2. Catat kecepatan/kedalamam pernapasan, sianosis penggunaan otot assesori/ peningkatan kerja pernapasan dan munculnya dispnea.


3. Tinggikan kepala tempat tidur. Usakan pasien berbalik menarik napas sesuai kebutuhan.
4. mata. Hisap jalan napas sesuai dengan kebutuhan,gunakan tekni streril dan gunakantindakan pencengahan,mislnya menggunakan masker,pelindung

1.Bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi.


2.Takipnea,sianosis tak dapat beristirahat,dan peningkatan napas menunjukkan kesulitan pernapasan dan adanya kebutuhan untuk meningkatakan pengawasan / intervensi medis
3.Meningkatkan fungsi pernapasan yang obtimal dan mengurangi aspirasi atau infeksi yang ditimbulkan karena atelektasis
4.Membantu membersihkan jalan napas sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan mencegah komplikasi pernapasan.
5.
Kelelahan b/ d Penurunan Produksi Energi
Agar Klien tidak mengalami kelelahan lagi
1. Kaji Pola tidur dan catat perubahan dalam proses berpikir/prilaku


2.Rencanakan perawatan untuk penyediaan fase istirahat.
3.Tetapkan kebehasilan aktifitas yang realistik dengan pasien
4.Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, misalnya perubahan TD, frekuensi pernapasan atau jantung.

5.Dorong Masukan nutrisi
1.Berbagai faktor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, penyakit SSP, tekanan emosi dan efek samping obat-obatan/kemoterapi.
2.Periode istirahat yang sering sangat dibutuhkan dalam memperbaiki energi.
3.Mengusahakan kontrol diri dan perasaan  berhasil.
4.Toleransi bervariasi bergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan.


5.Pemasukan/ penggunaan nutrisi adekuat sangat penting bagi kebutuhan energi untuk aktivitas.
Evaluasi
  1. Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
  2. Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
  3. Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
  4. Klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Implementasi
 Pada tahap implementasi ada 2 komponen yaitu :
Tindakan  keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter.  Yang sesuai dengan stadar praktek  keperawatan.
Tindakan kolaborasi
Tindakan keperawatan kolaborasi diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk mengatasi masalah- masalah klien

Dokumentasi
1.      Nama tindakan yang dilakukan
2.      Nama perawat yang melakukan tindakan
3.      Respon klien