AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome)
Oleh : Ilman pinrang
A. KONSEP MEDIS
Definisi
AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala penyakit
yang menyerang tubuh manusia sesudah system kekebalannya dirusak
oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan
tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai jenis infeksi
bakteri,jamur,parasit,dan virus tertentu yang bersifat oportunistik.Selain itu
penderita AIDS sering menderita keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan limfoma
yang hanya menyerang otak.
Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus
yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya
disebut Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) yang berupa agen viral yang
dikenal dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah dan punya afinitas yang
kuat terhadap limfosit T.
Faktor
resiko :
Pria dgn
homoseksual
- Pria dgn biseksual
- Pengguna IV drug
- Transfuse darah
- Pasangan heteroseksual dgn pasien infeksi HIV
- Anak yang lahir dgn ibu yang terinfeksi
Patofisiologi
Menginfeksi limfosit T4 dan monosit. Partikel-2 HIV bebas yang dilepas
dari sel yang terinfeksi dpt berikatan dgn sel lain
yang tidak terinfeksi.Segera setalah masuk kedlm sel, enzim dalam kompleks
nukleoprotein menjadi aktif dan dimulailah siklus reproduksi.Limfosit T,
monosit/makrofag adalah sel pertama yang terinfeksi. Besar kemungkinan bahwa sel dendritik berperan
dalam penyebabaran HIV dalam jaringan limfoid ® fungsi sel dendritik menangkap
antigen dalam epitel lalu masuk melalui kontak antar sel. Dalam beberapa hari
jumlah virus dalam kelenjar berlipat ganda dan mengakibatkan viremia. Pada saat itu jumlah virus dalam darah ®
infeksi akut. Viremia menyebabkan virus menyebar diseluruh tubuh dan
menginfeksi sel T, monosit maupun makrofag dlm jaringan limfoid perifer. Sistem
immun spesifik akan berupaya mengendalikan infeksi yang
nampak dari menurunnya kadar viremia.Setelah infeksi akut, berlangsung fase
kedua dimana kelenjar getah bening dan limfa merupakan tempat replikasi virus
dan dekstruksi jaringan secara terus menerus ® fase laten. Destruksi sel T dlm
jaringan limfoid terus berlangsung sehingga jumlah sel T makin lama makin
menurun (jml sel T dlm jaringan limfoid 90 % dari jml sel T diseluruh tubuh) Selama
masa kronik progresif,m respon imun thdp infeksi lain akan meransang produksi
HIV dan mempercepat dekstruksi sel T, selanjutnya penyakit bertambah
progresif dan mencapai fase letal yang disebut AIDS. Masa
inkubasi diperkirakan bervariasi antara 2 – 5 tahun
Manifestasi klinis
Pasien AIDS
secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 – 2 minggu pasien akan
merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik (3 tahun)
pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat badan,
diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan kognitif,
dan lesi oral.
Dan disaat fase
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS (bevariasi 1-5 tahun
dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala infeksi opurtunistik,
yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC), Pneumonia interstisial yang
disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk menibgitis, kandidiasis,
cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
a. infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala
penyakit biasa seperti demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit
kepala, diare, sakit leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah
ditubuh.
b. Infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa gejala
Diketahui oleh
pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV) dalam darah akan diperoleh
hasil positif.
c. Radang
kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala pembengkakan
kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3 bulan.
Komplikasi
a. Lesi oral
Karena kandidia,
herpes simplek, sarcoma Kaposi, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency
Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.
b. Neurologik
- kompleks
dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada
sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik,
kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
- Enselophaty
akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise,
demam, paralise, total / parsial.
-. Infark
serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
- Neuropati
karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c.
Gastrointestinal
- Diare karena
bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi.
Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
- Hepatitis
karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik.
Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
- Penyakit
Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai
akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena
Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan
strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal
nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit
stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
- Pandangan :
Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
- Pendengaran :
otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.
Pencengahan
Belum ada
penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa
dilakukan dengan :
- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindun
- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebaga
- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
maka terpinya yaitu :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,
mengendalikan,dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis.
Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
b. Terapi AZT
(Azidotimidin)
Disetujui FDA
(1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini
menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang
jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi
Antiviral Baru
Beberapa
antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini
adalah :
·
Didanosine
·
Ribaviri
·
Diedoxycytidine
·
Recombinant CD 4 dapat larut
·
Zidovudin dengan dosis (500-600 mg sehari per os)
·
Lamivudin dengan dosis (150 mg sehari 2 kali)
·
Neviropin dengam dosis( 200 mg sehari selama 14 hari.2 kali sehari)
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang
proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan
terapi AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari
alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang
kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
f. Menghindari infeksi lain,
karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Pemeriksaan Diagnostik
1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA, Western blot, P24 antigen test, Kultur HIV
2.Tes untuk deteksi gangguan system imun.
Hematokrit, LED, CD4 limfosit, Rasio CD4/CD limfosit, Serum mikroglobulin B2, Hemoglobulin
1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
ELISA, Western blot, P24 antigen test, Kultur HIV
2.Tes untuk deteksi gangguan system imun.
Hematokrit, LED, CD4 limfosit, Rasio CD4/CD limfosit, Serum mikroglobulin B2, Hemoglobulin
Prognosi
Sepuluh tahun
setelah infeksi HIV 50% penderita mengalami AIDS. Prognosis AIDS buruk karena
HIV menginfeksi sitem imun terutama sel CD4 dan akan menimbulkan destruksi sel
tersebut, akibatnya banyak sekali penyakit yang dapat menyertainya.
B.
KONSEP KEPERAWATAN
Kasus
Tn.F (umur 20 tahun)
mahasiswa datang kerumah sakit dengan keluhan diare, sudah dirasakan sejak
sebulan lalu. Ia pun mengeluh karena diare yang dialaminya terkadang terhenti,
kemudian kambuh kembali tanpa sebab. Selain diare ia mengeluh sering batuk
dengan produksi sputum, bahkan seminggu yang lalu ia mengalami batuk bercampur
darah berwarna merah segar. Tn, F memiliki riwayat mengkonsumsi obat-obatan
sejenis sabu-sabu mulai usia 15 tahun.
1.
Pengkajian
a. Identitas
Klien :
·
Nama :
Tn. F
·
Umur : 20 Tahun
b.
Riwayat Penyakit
·
Keluhan
Utama : Klien Mengalami Diare
·
Riwayat
kesehatan sekarang : Klien Mengalami diare dan klien juga mengeluh sering batuk
dengan produksi sputum, bahkan seminggu yang lalu klien ia mengalami batuk bercampur darah merah
segar.
·
Riwayat kesehatan Masa Lalu :
Mengkonsumsi sabu-sabu mulai usia 15 tahun.
c.
Pengkajian fisik (objektif) dan
Keluhan (subjektif)
§ Aktifitas / Istirahat
Gejala : Mudah
lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
Tanda :
Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas (Perubahan
TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
§ Sirkulasi
Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan
lama pada cedera.
Tanda :
Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis, perpanjangan pengisian kapiler.
§ Integritas dan Ego
Gejala : Stress berhubungan dengan
kehilangan,mengkuatirkan penampilan, mengingkari doagnosa, putus asa,dan
sebagainya.
Tanda :
Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
§ Eliminasi
Gejala : Diare
intermitten, terus – menerus, sering dengan atau tanpa kram abdominal, nyeri
panggul, rasa terbakar saat miksi
Tanda : Feces
encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering, nyeri tekan
abdominal, lesi atau abses rectal,perianal,perubahan jumlah,warna,dan
karakteristik urine.
§ Makanan / Cairan
Gejala :
Anoreksia, mual muntah, disfagia
§ Gejala : Tidak
dapat menyelesaikan AKS
Tanda :
Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
§ Neurosensori
Gejala : Pusing,
sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status indera,kelemahan
otot,tremor,perubahan penglihatan.
Tanda :
Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
§ Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit
kepala,nyeri dada pleuritis.
Tanda : Bengkak
sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak, pincang.
§ Pernafasan
Gejala : ISK
sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
Tanda : Takipnea,
distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
§ Keamanan
Gejala :
Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi imun,
demam berulang,berkeringat malam.
Tanda :
Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran
kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
§ Seksualitas
Gejala : Riwayat berprilaku seks
beresiko tinggi,menurunnya libido, penggunaan pil pencegah kehamilan.
Tanda :
Kehamilan,herpes genetalia
§ Interaksi Sosial
Gejala Masalah yang ditimbulkan oleh
diagnosis,isolasi,kesepian,adanya trauma AIDS
Tanda :
Perubahan interaksi
§ Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Kegagalan dalam perawatan,
prilaku seks beresiko tinggi, penyalahgunaan obat-obatan IV, merokok,
alkoholik.
d.
Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis laboratorium dilakukan dengan
dua cara :
·
Langsung : dengan isolasi virus dan
sampel. Umumnya dilakukan dengan mikroskopis elektron dan antigen virus. Salah
satunya dengan cara Polymerase Chain Reaction (PCR)
·
Tidak
Langsung dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya dengan ELISA,
western blot, Immunofluorescent assay (IFA) atau radio Immunofluorescent assay
(RIPA).
2.
Klasifikasi Data
Data
Yang Mungkin Muncul
Data Subjektif :
§ Klien
mengatakan mudah lelah bila beraktivitas
§ Klien
mengungkapkan kurang nafsu makan
§ Klien mengeluh mual/muntah
§ Klien mengeluh nyeri
§ Klien mengeluh berat badanya menurun
§ Klien mengeluh ada lesi pada tubuhnya
Data
Objektif :
§ Klien tampak
pucat
§ Penurunan lemak subkutan/massa otot
§ Adanya lesi pada rongga mulut
§ Tampak Penurunan berat badan
§ Klien tampak lemah
§ Anoreksia
§ Klien tampak mual dan muntah
Ø ANALISA
DATA
DATA
|
ETIOLOGI
|
MASALAH
|
DS :
a. Klien mengeluh ada lesi pada bagian tubuhnya.
DO :
a.Tampak adanya lesi pada rongga mulut
|
RESIKO INFEKSI
|
RESIKO INFEKSI
|
DS:
a.klien mengeluh mual/ muntah
DO:
a.Klien tampak lemah
|
Devisit volume cairan
tubuh
|
Devisit volume cairan
tubuh
|
DS :
a.klien mengeluh kurang nafsu makan.
DO:
a.Anoreksia
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan
|
DS:
a.klien megatakan mudah lelah jika beraktifitas
DO:
a.klien tampak lelah
|
Kelelahan
|
Kelelahan
|
Ø .
Diagnosa Keperwatan
1.Resiko
Infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk terorganisir
2.
Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hambatan asupan
makanan (muntah/mual).
4.Pola nafas tidak efektif b/d ekspansi paru dan melemahnya otot pernapasan.
5. Kelelahan
berhubungan dengan Penurunan Produksi Energi
Ø RENCANA
kEPERAWATAN
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Resiko Infeksi b/d
depresi system imun, aktifitas yang tdk terorganisir
|
Klien akan
menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk
purulent
|
1.Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dgn pasin
2. Ciptakan lingkungan yang bersih dan
ventilasi yang cukup.
3. Informasikan perlunya tindakan
isolasi.
4. Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu
badan.
5. Perhatikan adanya tanda-tanda inflamasi
|
1.Resiko cros
infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan.
2. Lingkungan
yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan kuman pathogen.
3. Penurunan
daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan
isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dgn kuman pathogen.
4.
Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5.
Panas kemerahan pembengkakan merupakan tand adanya infeksi
|
2.
|
Defisit
volume cairan tubuh b/d diare berat
|
Klien akan mempertahankan tingkat
hidrasi yang adekuat
|
1. Pantau
tanda-tanda vital.
2. Catat
peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian
tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
3. Catat
pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr
4. Berikan
maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
|
1. denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD
menurun menunjukkan adanya dehidrasi.
2. Suhu badan meningkat menunjukkan adanya
hipermetabolisme.
3.
Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan
membrane mucosa.
4. Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan
cairan pd dinding usus akan kurang.
|
3
|
Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hambatan asupan makanan (muntah/mual).
|
klien akan
menunjukkan peningkatan BB ideal.
|
1. Kaji
Kemampuan Mengunyah, Merasakan Dan Menelan.
2. Auskultasi Bising Usus.
3.Timbang
Berat sesuai kebutuhan. Ewvaluasi
berat badan dalam hal adanya berat badan yang tidak sesuai
4.Hilangkan
ransang lingkungan yang berbahaya atau kondisi yang memperburuk refleks
gagangguan
|
1. Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia.
2. Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan
menurunkan tingkat penyerapan usus.
3. Indikator
kebutuhan nutrisi/ pemasukan yang adekuat.
4.Mengurangi
stimulus pusat muntah di medulla
|
4
|
Pola nafas tidak efektif b/d ekspansi paru dan melemahnya otot
pernapasan.
|
klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
|
1. auskultasi bunyi nafas tandai daerah paru yang mengalami penurunan atau
penurunan ventilasi dan munculnya bunyi akfentisius.mislnya ronghi..
2. Catat
kecepatan/kedalamam pernapasan, sianosis penggunaan otot assesori/
peningkatan kerja pernapasan dan munculnya dispnea.
3. Tinggikan
kepala tempat tidur. Usakan pasien berbalik menarik napas sesuai kebutuhan.
4. mata. Hisap
jalan napas sesuai dengan kebutuhan,gunakan tekni streril dan gunakantindakan
pencengahan,mislnya menggunakan masker,pelindung
|
1.Bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan
nafas/peningkatan sekresi.
2.Takipnea,sianosis tak dapat
beristirahat,dan peningkatan napas menunjukkan kesulitan pernapasan dan
adanya kebutuhan untuk meningkatakan pengawasan / intervensi medis
3.Meningkatkan fungsi pernapasan yang obtimal dan mengurangi aspirasi atau
infeksi yang ditimbulkan karena atelektasis
4.Membantu
membersihkan jalan napas sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran gas dan
mencegah komplikasi pernapasan.
|
5.
|
Kelelahan b/ d
Penurunan Produksi Energi
|
Agar Klien tidak
mengalami kelelahan lagi
|
1. Kaji Pola
tidur dan catat perubahan dalam proses berpikir/prilaku
2.Rencanakan perawatan untuk penyediaan fase istirahat.
3.Tetapkan kebehasilan aktifitas yang realistik dengan
pasien
4.Pantau respon psikologis terhadap aktifitas, misalnya
perubahan TD, frekuensi pernapasan atau jantung.
5.Dorong Masukan nutrisi
|
1.Berbagai faktor dapat meningkatkan kelelahan,
termasuk kurang tidur, penyakit SSP, tekanan emosi dan efek samping
obat-obatan/kemoterapi.
2.Periode istirahat yang sering sangat dibutuhkan dalam
memperbaiki energi.
3.Mengusahakan kontrol diri dan perasaan berhasil.
4.Toleransi bervariasi bergantung pada status proses
penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan.
5.Pemasukan/
penggunaan nutrisi adekuat sangat penting bagi kebutuhan energi untuk
aktivitas.
|
- Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
- Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
- Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
- Klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Implementasi
Pada tahap implementasi ada 2 komponen yaitu :
Tindakan keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri
dilakukan tanpa pesanan dokter. Yang
sesuai dengan stadar praktek keperawatan.
Tindakan kolaborasi
Tindakan keperawatan
kolaborasi diimplementasikan bila perawat bekerja dengan anggota tim perawatan
kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertujuan untuk
mengatasi masalah- masalah klien
Dokumentasi
1. Nama tindakan yang dilakukan
2. Nama perawat yang melakukan
tindakan
3. Respon klien