Laman

majid

Selasa, 02 Juni 2015

ASKEP MENINGITIS


ASKEP MENINGITIS


2.1 Definisi  Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
2.2 Klasifikasi
1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria meningitis.
Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara.
Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.
2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
3. Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental.
2.3 Etiologi
1. Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis, adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah :
  • Haemophillus influenzae
  • Nesseria meningitides (meningococcal)
  • Diplococcus pneumoniae (pneumococcal)
  • Streptococcus, grup A
  • Staphylococcus aureus
  • Escherichia coli
  • Klebsiella
  • Proteus
  • Pseudomonas
2. Virus
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi karena virus ini biasanya bersifat “self-limitting”, dimana akan mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat sempurna. Beberapa virus secara umum yang menyebabkan meningitis adalah:
- Coxsacqy
- Virus herpes
- Arbo virus
- Campak dan varicela
3. Jamur
Kriptokokal meningitis adalah serius dan fatal. Bentuk penyakit pada pasien HIV/AIDS dan hitungan CD< 200.Candida dan aspergilus adalah contoh lain jamur meningitis.
4. Protozoa
( Donna D., 1999)
Faktor resiko terjadinya meningitis :
1. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
2. Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea
3. Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium
4. Terjadinya pe ↑ TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut :
a. Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi meninges → pe ↑ permiabilitas kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial → pe ↑ volume cairan interstisial → edema → Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat → pe ↑ TIK
b. Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.
5. Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi local → scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) → gangguan absorbsi CSF → akumulasi CSF di dalam otak → hodosefalus
6. Perbedaan Ensefalitis dengan meningitis :
Encephalitis Meningitis
Kejang Kaku kuduk
Kesadaran ↓ Kesadaran relatif masih baik
Demam ↓ Demam ↑
Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.
Faktor pencetus terjadinya meningitis bacterial diantaranya adalah :
  • Otitis media
  • Pneumonia
  • Sinusitis
  • Sickle cell anemia
  • Fraktur cranial, trauma otak
  • Operasi spinal
Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala meningitis secara umum:
1. Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter, kelemahan, hipotonia
2. Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan disritmia pada fase akut
3. Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin
4. Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering
5. Higiene ; Tidak mampu merawat diri
6. Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya rasa nyeri, kejang, gangguan oenglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, , hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal, refleks babinski posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki
7. Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler, fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh
8. Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah
9. Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit, pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash, gangguan sensasi.
10. Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes mellitus
Tanda dan gejala meningitis secara khusus:
1. Anak dan Remaja
a) Demam
b) kjhMengigil
c) Sakit kepala
d) Muntah
e) Perubahan pada sensorium
f) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)
g) Peka rangsang
h) Agitasi
i) Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI))
,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi, mengantuk, stupor, koma.
2. Bayi dan Anak Kecil
Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.
a) Demam
b) Muntah
c) Peka rangsang yang nyata
d) Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)
e) Fontanel menonjol.
3.Neonatus:
a) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa hari, seperti
b) Menolak untuk makan.
c) Kemampuan menghisap menurun.
d) Muntah atau diare.
e) Tonus buruk.
f) Kurang gerakan.
g) Menangis buruk.
h) Leher biasanya lemas.
i) Tanda-tanda non-spesifik:
j) Hipothermia atau demam.
k) Peka rangsang.
l) Mengantuk.
m) Kejang.
n) Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.
o) Sianosis.
p) Penurunan berat badan.
2.5 Patofisiologi
Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.
Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus
2.6 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial..
a. Meningitis bacterial :
tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.
b. Meningitis Virus :
tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein normal, kultur biasanya negative.
Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinskymmnn sign (+) menandakan bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.
Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal.Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi bakteri)
Elektrolit darah : Abnormal .
ESR/LED : meningkat pada meningitis
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial
Arteriografi karotis : Letak abses
2.7 Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Obat anti inflamasi
1) Meningitis tuberkulosa
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 ½ tahun
b) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan
2). Meningitis bacterial, umur < 2 bulan
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari
3). Meningitis bacterial, umur > 2 bulan
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari
b) Sefalosforin generasi ke 3.
b. Pengobatan simtomatis
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas :
a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
b) Kompres air PAM atau es
c. Pengobatan suportif
1) Cairan intravena
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50 %
Perawatan
a. Pada waktu kejang
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lender
3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh)
b. Bila penderita tidak sadar lama
1) Beri makanan melalui sonda
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering mungkin
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.
Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.
d. Pemantauan ketat.
1) Tekanan darah
2) Respirasi
3) Nadi
4) Produksi air kemih
5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.
2.8 Komplikasi
1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder
2.9 Pencegahan
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius
2.10 Prognosis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik atau mental atau meninggal tergantung :
a. umur penderita.
b. Jenis kuman penyebab
c. Berat ringan infeksi
d. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
e. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
f. Adanya dan penanganan penyakit.
Meskipun telah diberikan pengobatan, sebanyak 30% bayi meninggal. Jika terjadi abses, angka kematian mendekati 75%. 20-50% bayi yang bertahan hidup, mengalami kerusakan otak dan saraf (misalnya hidrosefalus, tuli dan keterbelakangan mental).
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesa
1. Identitas pasien.
2. Keluhan utama: sakit kepala dan demam
3. Riwayat penyakit sekarang
Harus ditanya dengan jelas tetang gejala yang timbul seperti sakit kepala, demam, dan keluhan kejang. Kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk, bagaimana sifat timbulnya, dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang.
4. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit TB paru, infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya perlu ditanyakan pada pasien. Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).
5. Riwayat psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
3.1.2 Pemeriksaan fisik
B1: Peningkatan kerja pernapasan pada fase awal
B2: TD meningkat, nadi menurun, tekanan nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat vasomotor), takikardia, disritmia (pada fase akut) seperti disritmia sinus
B3: afasia/ kesulitan dalam berbicara, mata (ukuran/ reaksi pupil), unisokor atau tidak berespon terhadap cahaya (peningkatan TIK) nistagmus (bola mata bergerak-gerak terus menerus), kejang lobus temporal, otot mengalami hipotonia/ flaksid paralysis (pada fase akut meningitis), hemiparese/ hemiplegi, tanda Brudzinski (+) dan atau tanda kernig (+) merupakan indikasi adanya iritasi meningeal (fase akut), refleks tendon dalam terganggu, babinski (+), refleks abdominal menurun/ tidakl ada, refleks kremastetik hilang pada laki-laki
B4: Adanya inkontinensia dan/atau retensi
B5: Muntah, anoreksia, kesulitan menelan
B6: Turgor kulit jelek
3.2 Analisa Data
Analisa Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: mengeluh nyeri, depresi (sampai memukul-mukul kepala)
DO: skala nyeri (0-10), karakteristik (berat, berdenyut, konstan), lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk Bakteri, fungi, virus, trauma kepala, infeksi sistemik
Invasi ke SSP melalui aliran darah
Inflamasi Nyeri
DS: demam
DO: hipertermi (> 36-370 C), kulit memerah, frekwensi nafas meningkat, kulit hangat bila disentuh, takikardi Bakteri, fungi, virus, trauma kepala, infeksi sistemik
Invasi ke SSP melalui aliran darah
Inflamasi
Exudat menyebar Resiko tinggi penyebaran infeksi sekunder.
DS: Nyeri kepala, Pusing, kehilangan memori, bingung, kelelahan, kehilangan visual, kehilangan sensasi
DO: Bingung / disorientasi, penurunan kesadaran, perubahan status mental, gelisah, perubahan motorik, dekortikasi, deserebrasi, kejang, dilatasi pupil, edema papil ↑ permeabilitas kapiler
Kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial
pe ↑ volume cairan interstisial
edema serebral
Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral
DS:-
DO: pasien mengalami kejang, gangguan motorik, ataksia. Difusi ion K dan Na
kejang
berkurangnya koordinasi otot Risiko tinggi terhadap trauma
DS: merasa lemah
DO: pasien terlihat pucat dan lemah pe ↑ volume cairan interstisial
peningkatan TIK
Gangguan kesadaran Gangguan mobilitas fisik
DS: Klien mengeluh frustasi.
DO: pasien mengalami kebingungan, emosi yang berlebihan, frustasi, disorientasi realitas Peningkatan TIK
Defisit neurologis
Perubahan persepsi sensori Perubahan persepsi sensori
3.3 Diagnosa
1. Nyeri b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
2. Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen.
3. Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus
4. Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo
5. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
6. Perubahan persepsi sensori b.d defisit neurologis
3.4 Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri b.d proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan resepsi sensori yang selanjutnya akan menurunkan nyeri
2. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi) Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih lanjut
3. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif. Dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan reduksi nyeri atau tidak nyaman tersebut
4. Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit/ rasa tidak nyaman
Kolaborasi
5. Berikan anal getik, asetaminofen, codein
Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat
Diagnosa 2: Risiko tinggi terhadap penyebaran infeksi b.d diseminata hematogen dari patogen.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
Pada fase awal meningitis, isolasi mungkin diperlukan sampai organisme diketahui/dosis antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran pada orang lain
2. Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat. Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran sumber infeksi
3. Ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam Memobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan
Kolaborasi
4. Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.
Obat yang dipilih tergantung pada tipe infeksi dan sensitivitas individu
Diagnosa 3 : Risiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral yang mengubah/menghentikan darah arteri/virus
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Tirah baring dengan posisi kepala datar.
Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera
2. Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan. Aktivitas seperti ini akan meningkatkan tekanan intratorak dan intraabdomen yang dapat men9ingkatkan TIK.
Kolaborasi.
3. Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
Peningkatanaliran vena dari kepal akna menurunkan TIK
4. Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit ). Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan TIK.
5. Berikan obat : steroid, clorpomasin, asetaminofen Menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi edema serebral, mengatasi kelainan postur tubuh atau menggigil yang dapat meningkatkan TIK, menurunkan konsumsi oksigen dan resiko kejang
Diagnosa 4 : Risiko tinggi terhadap trauma b.d kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan
Melindungi pasien bila terjadi kejang
2. Tirah baring selama fase akut Menurunkan resiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkop, atau ataksia
Kolaborasi
3. Berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.
Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang
Diagnosa 5 : Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
2. Bantu latihan rentang gerak. Mempertahankan mobilisasidan fungsi sendi/posisi normal akstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis
3. Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab. Meningkatkan sirkulasi, elastisitas kulit, dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit
4. Berikan matras udara atau air, perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional. Menyeimbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi dan membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan resiko terjadinya trauma jaringan.
5. Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi. Proses penyembuhan yang lambat seringkali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut.
Diagnosa 6 : Perubahan persepsi sensori b.d krisis situasi, ancaman kematian.
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Hilangkan suara bising yang berlebihan.
Menurunkan ansietas, respons emosi yang berlebihan/bingung yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan
2. Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik. Membantu pasien untuk memisahkan pada realitas dari perubahan persepsi
3. Beri kesempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas. Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan kemampuan/pola respons yang memanjang
Kolaborasi ahli fisioterapi
4. Terapi okupasi,wicara dan kognitif.
Pendekatan antardisiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada fungsi fisik, kognitif, dan keterampilan perseptual
3.4 Evaluasi
1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.
3.5 Tinjauan Kasus
Nama : By. L
Tempat tanggal lahir : Jombang, 17 Desember 2002
Usia : 5 bulan/ anak ke-5
Jenis kelamin : Perempuan.
Nama ayah/ ibu : Tn. S/ Ny. S
Pendidikan ayah/ ibu : SMA/ SMP
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Mojowarno/ Jombang
No. DMK : 10-392-85
Tgl MRS : 13 April 2003
Sumber informasi : Ibu
Diagnosa medis : S. Meningitis
Sebelumnya di rumah klien sudah seminggu menderita demam, flu dan batuk. klien mulai kejang pada tanggal 13 April 2003 jam 23.00 (pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat mulut) dan langsung dibawa ke IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan MRS di Ruang anak B2 Neorologi. Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1 bulan.
Ibu mengungkapkan bahwa saat klien menderita panas dan kejang didalam keluarga tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk. selama hamil ia rajin kontrol ke bidan didekat rumahnya, ia mengatakan bahwa ia juga mengkonsumsi jamu selama hamil. Menurut ibu, klien lahir kembar di rumah sakit Mojowarno Jombang dengan berat badan lahir 1200 gram, tidak langsung menangis, menurut ibu air ketubannya berwarna kehitaman dan kental. Menurut ibu anaknya telah mendapatkan imunisasi BCG, polio I, DPT I dan hepatitis
Ibu mengungkapkan by.L diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1 bulan, setelah dirawat di ruang anak ibu tidak menenteki dan diganti dengan PASI Lactogen. Pada saat pengkajian BB 3700 gram, panjang badan 56 cm, lingkar lengan atas 7 cm. Ibu mengungkapkan anak tidak mual dan tidak pernah muntah Pada saat ini anak memasuki masa basic trust Vs Mistrust (dimana rasa percaya anak kepada lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia rasakan). Ia juga berada pada fase oral dimana kepuasan berasal pada mulut.
Ibu mengungkapkan bahwa ia menerima keadaan anaknya, dan berharap agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi klien, karena harus bekerja dan sekolah.
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 April 2003 pukul 10.00 WIB di Ruang anak (Ruang neurologi/ B II) RSUD Dr. Soetomo surabaya
a. Biodata
Nama : By. L
Tempat tanggal lahir : Jombang, 17 Desember 2002
Usia : 5 bulan/ anak ke-5
Jenis kelamin : Perempuan.
Nama ayah/ ibu : Tn. S/ Ny. S
Pendidikan ayah/ ibu : SMA/ SMP
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Mojowarno/ Jombang
No. DMK : 10-392-85
Tgl MRS : 13 April 2003
Sumber informasi : Ibu
Diagnosa medis : S. Meningitis
b. Keluhan utama
Kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Seminggu menderita demam, flu dan batuk. klien mulai kejang pada tanggal 13 April 2003 jam 23.00 (pada saat kejang mata melirik ke atas, kejang pada seluruh badan, setelah kejang klien sadar dan menangis pada saat kejang keluar buih lewat mulut) dan langsung dibawa ke IRD RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan MRS di Ruang anak B2 Neorologi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien pernah MRS dengan diare pada saat berumur 1 bulan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Saat klien menderita panas dan kejang didalam keluarga tidak ada yang menderita sakit flu/ batuk.
f. Riwayat kehamilan dan persalinan
Selama hamil ibu rajin kontrol ke bidan didekat rumahnya juga mengkonsumsi jamu selama hamil. Klien lahir kembar di rumah sakit Mojowarno Jombang dengan berat badan lahir 1200 gram, tidak langsung menangis, dan air ketubannya berwarna kehitaman dan kental.
g. Status imunisasi
Klien telah mendapatkan imunisasi BCG, polio I, DPT I dan hepatitis
h. Status nutrisi
By.L diberikan ASI mulai lahir sampai berumur 1 bulan, setelah dirawat di ruang anak ibu tidak menenteki dan diganti dengan PASI Lactogen. Pada saat pengkajian BB 3700 gram, panjang badan 56 cm, lingkar lengan atas 7 cm. Ibu mengungkapkan anak tidak mual dan tidak pernah muntah.
i. Riwayat perkembangan
Pada saat ini anak memasuki masa basic trust Vs Mistrust (dimana rasa percaya anak kepada lingkungan terbentuk karena perlakuan yang ia rasakan). Ia juga berada pada fase oral dimana kepuasan berasal pada mulut.
j. Data Psikososial
Ibu menerima keadaan anaknya, dan berharap agar anaknya bisa cepat sembuh dan pulang berkumpul bersama dengan keluarga serta kakak klien. Ibu dan nenek klien selalu menunggui klien dan hanya pada hari minggu ayah dan kakak klien datang mengunjungi klien, karean harus bekerja dan sekolah.
k. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak tampak tidur dengan menggunakan IV Cath pada tangan kanan, kesadaran compomentis, nadi 140 x/mnt, suhu 38OC, pernafasan 40 x/mnt teratur.
2) Kepala dan leher
Kepala berbentuk simetris, rambut bersih, hitam dan penyebarannya merata, ubun-ubun besar masih belum menutup, teraba lunak dan cembung, tidak tegang. Lingkar kepala 36 cm.
Reaksi cahaya +/+, mata nampak anemi, ikterus tidak ada, tidak terdapat sub kunjungtival bleeding.
Telinga tidak ada serumen.
Hidung tidak terdapat pernafasan cuping hidung.
Mulut bersih, tidak terdapat moniliasis.
Leher tidak terdapat pembesaran kelenjar, tidak ada kaku kuduk.
3) Dada dan thoraks
Pergerakan dada simetris, Wheezing -/-, Ronchi -/-, tidak terdapat retraksi otot bantu pernafasan. Pemeriksaan jantung, ictus cordis terletak di midclavicula sinistra ICS 4-5, S1S2 tunggal tidak ada bising/ murmur.
4) Abdomen
Bentuk supel, hasil perkusi tympani, tidak terdapat meteorismus, bising usus+ normal 5 x/ mnt, hepar dan limpa tidak teraba. Kandung kemih teraba kosong.
5) Ekstrimitas
Tidak terdapat spina bifida pada ruas tulang belakang, tidak ada kelainan dalam segi bentuk, uji kekuatan otot tidak dilakukan. Klien mampu menggerakkan ekstrimitas sesuai dengan arah gerak sendi. Ekstrimitas kanan sering terjadi spastik setiap 10 menit selama 1 menit.
6) Refleks
Pada saat dikaji refleks menghisap klien +, refleks babinsky +,
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium tanggal 14 april 2003:
Hemoglobine 8,2 gr%
Leucocyt 24.400
Thrombocyt 483×109
GDA 96 mg/dl
Pemeriksaan penunjang medis
Laboratorium tanggal 17 april 2003:
Kalium serum 4,0 normal 3,5-5,5 mEq/L
Na Serum 134 normal 135-145 mEq/L
Kalsium serum 5,4 normal 8,0-10 mg/dl
Laboratorium tanggal 22 april 2003:
Hemoglobine 16,2 gr%
Terapi Medis :
- IVFD D51/4S 400 cc/24 jam
- Injeksi Cefotaxime 3 x 250 mg iv
- Injeksi Dilantin 3 x 8 mg intravena
- Tranfusi WB 37 cc / hari
- K/p Injeksi Diazepam 1 mg kalau kejang
Rencana tindakan
Diagnosa 1
Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan: Pasien kembali pada, keadaan status neurologis sebelum sakit
Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria hasil: Tanda-tanda vital dalam batas normal
Kesadaran meningkat
Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat
Rencana tindakan Rasional
1. Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
2. Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
3. Monitor intake dan output
4. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
5. Bantu pasien untuk membatasi gerak atau berbalik di tempat tidur.
Kolaborasi
6. Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
7. Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
8. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika 1. Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
2. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt
3. Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
4. hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan intake per oral
5. Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
6. Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
7. Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral.
8. Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan edema serebri, menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang
Diagnosa 2
Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan: Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria Hasil: Tidak terjadi serangan kejang ulang.
Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
Kesadaran composmentis
Intervensi Rasional
1. Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat
2. Berikan kompres dingin
3. Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
4. Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
5. Batasi aktivitas selama anak panas
6. Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis 1. proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2. perpindahan panas secara konduksi
3. saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat
4. Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan
5. aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas
6. Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis
Diagnosa 3
Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan: Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
Kriteria hasil Klien bebas dari resiko injuri
Rencana tindakan Rasional
1. Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
2. Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien
3. Pertahankan bedrest total selama fase akut
Kolaborasi
4. Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll. 1. Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
2. Melindungi pasien bila kejang terjadi
3. Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
4. Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi
Diagnosa 4
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbatasan informasi
Tujuan Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya
Kriteria hasil : Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
Keluarga mentaati setiap proses keperawatan
Rencana tindakan Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang, antara lain :
o Jangan panik saat kejang
o Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
o Kepala dimiringkan.
o Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu dimasukkan ke mulut.
o Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat tunggu sampai keadaan tenang.
o Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres dingin dan beri banyak minum
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas
6. Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu
7. Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam 1 Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat
2. penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3. agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan
5. mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang
6. sebagai upaya preventif serangan ulang
7. imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon Kritik dan Saran