Oleh : ILMAN SUSILO, S. Kep
“Banyak hal
yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu – satunya hal yang benar – benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu
sendiri.”
“Saat
membicarakan org lain Anda boleh saja menambahkan bumbu, tapi pastikan bumbu yg
baik.”
“Tidak ada
sesuatu yang lebih menyenangkan, selain menimbulkan senyum di wajah orang lain,
terutama wajah yang kita cintai.”
“Jangan
mengeluhkan hal – hal buruk yang datang dalam hidupmu. Tuhan tak pernah
memberikannya, kamulah yang membiarkannya datang.”
“Teruslah
bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila
tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam.”
“Tahukah
engkau semboyanku? Aku mau! 2 patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali
mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata “Aku tiada
dapat!” melenyapkan rasa berani. Kalimat “Aku mau!” membuat kita
mudah mendaki puncak gunung.”
“Gadis yang
pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan
sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.”
“Lebih banyak
kita maklum, lebih kurang rasa dendam dalam hati kita. Semakin adil
pertimbangan kita dan semakin kokoh dasar rasa kasih sayang. Tiada mendendam,
itulah bahagia.”
“Ikhtiar!
Berjuanglah membebaskan diri. Jika engkau sudah bebas karena ikhtiarmu itu,
barulah dapat engkau tolong orang lain.”
“Terkadang,
kesulitan harus kamu rasakan terlebih dulu sebelum kebahagiaan yang sempurna
datang kepadamu.”
“Jangan pernah
menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena
kamu selangkah lagi untuk menang.”
“Dan biarpun
saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan,
saya akan mati dengan rasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya
ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra
merdeka dan berdiri sendiri.”
“Tak peduli
seberapa keras kamu mencoba, kamu tak akan pernah bisa menyangkal apa yang kamu
rasa. Jika kamu memang berharga di mata seseorang, tak ada alasan baginya untuk
mencari seorang yang lebih baik darimu.”
“Saat suatu
hubungan berakhir, bukan berarti 2 orang berhenti saling mencintai. Mereka
hanya berhenti saling menyakiti.”
“Tetapi
sekarang ini, kami tiada mencari penglipur hati pada manusia. Kami berpegangan
teguh-teguh pada tangan-Nya. Maka hari gelap gulita pun menjadi terang, dan
angin ribut pun menjadi sepoi-sepoi.”
“Adakah yang
lebih hina, daripada bergantung kepada orang lain?”
“Salah satu
daripada cita – cita yang hendak kusebarkan ialah: Hormatilah segala
yang hidup, hak-haknya, perasaannya, baik tidak terpaksa baik pun karena
terpaksa. Haruslah juga segan menyakiti mahkluk lain, sedikitpun jangan sampai
menyakitinya. Segenap cita – citanya kita hendaklah menjaga sedapat – dapat yang
kita usahakan. Supaya semasa mahkluk itu terhindar dari penderitaan, dan
dengan jalan demikian menolong memperbagus hidupnya: Dan lagi ada pula suatu
kewajiban yang tinggi murni, yaitu “terima kasih” namanya.”
“Karena ada
bunga mati, maka banyaklah buah yang tumbuh. Demikianlah pula dalam hidup
manusia. Karena ada angan – angan muda mati, kadang – kadang timbullah angan – angan lain, yang lebih sempurna, yang boleh
menjadikannya buah.”
“Sepanjang
hemat kami, agama yang paling indah dan paling suci ialah Kasih Sayang. Dan
untuk dapat hidup menurut perintah luhur ini, haruskah seorang mutlak menjadi
Kristen? Orang Buddha, Brahma, Yahudi, Islam, bahkan orang kafir pun dapat
hidup dengan kasih sayang yang murni.” (dalam salah satu kalimat isi suratnya kepada
sahabatnya Ny. Abendanon di Belanda, tahun 1902)
“Habis gelap
terbitlah terang”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon Kritik dan Saran